SERIAL KITA
BERTANYA AL-QUR'AN MENJAWAB
Tema : Ada apa dengan POLIGAMI
Oleh : Juhdi Mulyadi
S U R A T A L
- A N ' A A M
6:114. Maka patutkah aku mencari
hakim selain daripada Allah, padahal Dialah
yang telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab
kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur'an itu diturunkan dari Tuhanmu
dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu
sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.
S U R A T H U
U D
11:1. Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana
lagi Maha Tahu.
Saya
berpendapat bahwa semua permasalahan hidup manusia yang ada bisa terselesaikan
secara baik dan benar serta bisa memuaskan semua pihak bila manusianya itu
sendiri mau bersandar dan bertanya pada Al-Qur’an.
Kenapa ? Ya
karena Al-Qur’an ini diturunkan oleh Sang Maha Pencipta pastinya sudah
dijelaskan secara terperinci dan dijamin kebenarannya.
Kalaulah
ada yang berpendapat bahwa Al-Qur’an tidak bisa menjawab semua persoalan, mungkin orang tersebut kurang mengeksplorasi
isi Al-Qur’an sehingga tidak bisa memahami isi Al-Qur’an secara menyeluruh,
ya.....inilah keterbatasan manusia dalam memaknai Ilmu Allah SWT yang tak
terhingga.
Kali
ini kita akan membahas masalah yang paling Kontroversial sepanjang masa yaitu
seputar Poligami dengan berbagai permasalahan
yang melingkupinya. Ada apa sih dengan Poligami yang sebenarnya?
Saya
bukanlah orang yang Pro ataupun Kontra Poligami, disini saya mencoba belajar
untuk mengkaji suatu masalah yang selalu menjadi polemik dan pembicaraan hangat
baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun media masa dengan menggunakan
metode 2T [ Tafakur & Tadzakur ] yaitu dengan meng-activasi-kan Logika,
Rasionalitas, Perasaan dan Akal Sehat yang tentunya berlandaskan Al-Qur’an
sebagai sumber rujukan utama seperti dua surat yang saya kutipkan di atas. Jika
memandang permasalahan ini hanya menggunakan Logika saja tentunya sampai
kapanpun tidak akan pernah nyambung karena masing-masing pihak baik itu yang Pro maupun yang Kontra
mempunyai logika yang berbeda dengan cara pandang yang berbeda pula.
Poligami
selain sering dijadikan bahan perdebatan diantara umat Islam itu sendiri , juga
sering dijadikan bahan hujatan bagi orang-orang yang memang tidak suka dengan
Islam karena mereka beranggapan bahwa Poligami adalah suatu bentuk
ketidakadilan terhadap kaum perempuan.
Poligami
juga merupakan kata yang menyeramkan bagi kebanyakan kaum perempuan, kenapa
saya sebutkan dengan ” kebanyakan ” ? karena banyak juga kaum perempuan yang
rela dijadikan isteri ke 2,3 atau ke 4, hehehehe aneh juga ya banyak kaum
perempuan yang menentang praktek poligami padahal kaum mereka juga yang menjadi
penyebab maraknya praktek poligami.
Seandainya
kaum perempuan itu kompak dan saling memiliki rasa tenggang rasa, maka mungkin
tidak akan terjadi praktek poligami itu.
Kalau mencari siapa yang salah, laki-laki kah atau perempuan kah ? Tentu jawabannya
seperti lingkaran setan yang tidak ada ujungnya.
Dan bagi
orang-orang yang membenci Islam mereka menjadikan poligami ini sebagai senjata
andalannya untuk membuat citra negatif terhadap islam, hal ini diperparah oleh
para oknum pelaku poligami yang semakin memperburuk citra poligami itu sendiri.
Kalau mau
jujur sih, banyak juga para pelaku poligami yang sukses lho.... [ hanya sebatas
pandangan manusia ] ...., buktinya banyak kub-klub poligami yang medeklarasikan
diri tuh !!!
Tapi apapun
itu masalahnya, poligami ini harusnya dibahas tuntas agar tidak menjadi polemik
yang berkepanjangan dan yang lebih penting adalah bagaimana memberikan
pemahaman secara proporsional kepada masyarakat tentang poligami itu sendiri
menurut Al-Qur’an, agar tidak terjadi pemahaman dangkal dan menyimpang, apalagi dikhawatirkan poligami ini dijadikan Trend oleh orang-orang
tertentu yang notabene memiliki kemampuan financial diatas rata-rata dan
memiliki jabatan tinggi serta pengaruh besar dimasyarakat sehingga mudah bagi
mereka untuk melakukan poligami dengan dalih Sunnah Rasul ataupun berlindung
dibalik kedok Nikah Siri.
Apakah
Poligami dengan metode Nikah Siri ini dibenarkan baik secara hukum Islam, hukum
Negara ataupun yang dicontohkan oleh Rasull?
Baiklah
supaya lebih jelas mari kita sama-sama bertanya kepada Al-Qur’an untuk mencari
solusinya.
TANYA :
Apakah yang
mendasari bagi orang-orang untuk melakukan praktek Poligami ?
JAWAB :
Sebenarnya
yang mendasari poligami adalah surat An-Nisa ayat 3, tapi sebelum membahas ayat
tersebut, mari kita telaah terlebih dahulu ayat 1 dan 2 nya, karena korelasinya
sangat erat.
Pada ayat
1, Allah menyeru kepada manusia untuk bertakwa dan mengingatkan manusia
darimana dia berasal dan dalam hidupnya dia, ada Yang selalu menjaga dan
mengawasinya.
Sementara
pada ayat ke 2 nya diterangkan betapa spesialnya hak anak yatim terutama yang
berhubungan dengan harta-hartanya, siapapun yang menyelewengkan harta-harta
anak yatim tersebut maka akan terancam melakukan dosa besar,jadi jangan coba
main-main dengan harta anak yatim !
S U R A T A N - N I
S A '
4:1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
4:2. Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar.
Pada ayat
ke 3 nya kembali Allah mengingatkan tentang hak-hak anak yatim bila kita mau
mengawininya, jangan sampai kita BERBUAT tidak ADIL terhadapnya apalagi bila
anak yatim tersebut memiliki harta yang banyak dari peninggalan orang tuanya.
Maka dari sini Allah memberikan pilihan ke dua yaitu memperbolehkan untuk
menikah sampai dengan empat isteri tapi tentunya dengan syarat yang sangat berat
yaitu harus mampu BERBUAT ADIL, nah yang menarik untuk kita cermati yaitu pada
bagian terakhir dari ayat ini dimana Allah berfirman dengan begitu lembutnya mengingatkan
manusia :
“ Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya “.
Berikut
adalah ayat lengkapnya :
4:3. Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Kalau boleh saya menyimpulkan bahwa pilihan
pertama dan kedua memang persyaratannya sangat berat yaitu harus mampu BERBUAT
ADIL, nah masalahnya ADIL yang bagaimana yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.
Baik mari kita kupas mengenai definisi dari kata
ADIL menurut Kamus Bahasa Indonesia berikut :
adil
|
[a] (1) sama berat; tidak berat
sebelah; tidak memihak: keputusan hakim itu --; (2) berpihak kpd yg benar;
berpegang pd kebenaran; (3) sepatutnya; tidak sewenang-wenang: para buruh
mengemukakan tuntutan yg --
|
Sudah jelas bahwa ADIL itu tidak akan
merugikan salah satu pihak atau bisa dikatakan juga bisa memuaskan dan
membahagiakan semua pihak, nah sekarang bagaimanakah penerapan kata ADIL
menurut Al-Qur’an ? Disini saya kutifkan beberapa contoh ayat sbb :
S U R A T A N - N I
S A '
4:129.
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-
istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang
lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
S U R
A T A Z - Z U M A R
39:69.
Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan)
Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan
didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.
Menurut
Al-Qur’an pun definisinya sama yaitu tidak memihak dan tidak merugikan, jadi pada
intinya Poligami itu diperbolehkan bagi yang mampu memenuhi persyaratan yang
telah Allah firmankan pada surat An-Nisa 4 : 3,129. Tapi pada ayat yang sama
Allah lebih menganjurkan untuk monogami karena itulah jalan yang terbaik supaya
terhindar dari perbuatan aniaya.
Bila
kita memilih untuk mengikuti Anjuran Allah SWT maka ayat yang harus kita
jadikan landasan adalah sbb :
S U R
A T A N - N A Z I ' A T
79:40. Dan adapun orang-orang yang
takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,
79:41. maka sesungguhnya
surgalah tempat tinggal (nya).
Namun bila memilih yang Boleh dengan
Bersyarat maka si suami harus mempersiapkan diri untuk menjadi orang yang adil
seadil-adilnya dan si isteri harus mempersiapkan diri untuk bisa “ Berbagi
Bersama “ dengan ikhlas seikhlas-ikhlasnya.
Kalau tanpa memenuhi persyaratan tersebut,
maka menikah dengan lebih dari satu isteri bisa dikatakan sebagai wujud
penghianatan dan kecurangan terhadap janji suci yang telah diikrarkan.
Kontek ayat pada surat 4 : 3 tersebut
sebetulnya bisa lebih dijelaskan kalau kita merujuk pada Surat Al-Baqarah 2 :
219 berikut ini :
S U R A T A L
- B A Q A R A H
2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,
Korelasi antara surat 4 : 3 dengan 2 : 219
sebetulnya sangat erat sekali kalau kita mau menelaah dan menganalisanya,
karena kedua ayat tersebut sama-sama memberikan pilihan kepada manusia namun
pada akhirnya ayat tersebut juga memberikan solusi terbaik yang seharusnya
manusia pilih.
Nah, kalau kita perhatikan fenomena yang
terjadi saat ini seperti yang banyak diberitakan diberbagai media masa &
elektronik adalah bentuk poligami yang “ Salah Kaprah “ yang tujuannya hanya
ingin mengumbar dan memuaskan hawa nafsunya melalui pintu pernikahan yang saat
ini terbuka lebar yaitu yang dinamakan “ Nikah Siri “ yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dengan berbagai alasan yang terkesan seadanya
seperti : Menjalankan Sunnah Rasull, Menghindari perbuatan zina, pernikahannya
secara agama sudah sah dan sebagainya, sehingga perceraianpun begitu mudah,
semudah pada saat menikahinya tanpa harus mengadakan pesta dan mencatatkan
pernikahannya di KUA.
Nikah Siri memang akhir-akhir ini menjadi
trend, karena ternyata banyak pejabat publik yang mempraktekkannya yang
kemudian terbongkar dan beritanya menjadi konsumsi publik sehari-hari.
Inilah yang memperburuk citra poligami itu
sendiri terlebih berdampak pada citra Islam yang seolah-olah ajaran Islam itu
tidak bisa melindungi hak-hak kaum perempuan dan hukum pernikahannya tidak
ketat, dan sebagainya, berbeda dengan agama lain yang melarang praktek
poligami.
Disinilah saya merasa tertantang untuk
mencoba memberikan penjelasan yang sebenarnya mengenai Poligami yang sesuai
dengan syariat Islam dan kenapa Poligami diperbolehkan dalam ajaran Islam serta
kenapa Nabi Muhammad memiliki banyak isteri, sehingga mudah-mudahan tulisan ini
bisa menjadi salah satu alternative yang bisa menjelaskan tentang arti
sebenarnya dari Poligami tersebut dan menghapus image negative masyarakat terhadapnya
PENJELASAN 1
TENTANG RUKUN NIKAH
Lima Rukun Nikah
1 Sepasang Pengantin [ Harus beda kelamin….hehehehe ]
2 Wali
3 Dua orang Saksi laki-laki
4 Mahar
5 Ijab Kabul
Untuk di Negara kita pernikahan harus dicatatkan di KUA
untuk memenuhi administrasi kepemerintahan dan legalitas bila suami isteri
tersebut memiliki anak termasuk hak warisnya.
Sementara pernikahan untuk Poligami, selain lima rukun di
atas harus terpenuhi, juga harus ada persetujuan dari isteri pertama dan isteri
pertama juga harus hadir menjadi saksi atas pernikahan tersebut sebagai bukti
persetujuannya [ maklum zaman sekarang segala sesuatu bisa dipalsukan ] dan
juga harus tercatat di KUA sebagai bentuk keadilan terhadap hak-hak perempuan yang
dinikahi.
Hal ini merujuk pada surat An-Nisa 4 : 3 berikut ini :
4:3. Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Bagaimana pelaku Poligami bisa berlaku adil terhadap
isteri-isterinya bila setiap pernikahannya tidak diketahui oleh isteri-isteri
tua nya. Bagaimana pula dia bisa berbuat adil terhadap isteri mudanya jika
pernikahannya tidak diakui oleh Negara, bagaimana dengan nasib dan masa depan
isteri muda tersebut beserta anaknya, bagaimana hak warisnya ?
Jadi sebenarnya di dalam Islam itu tidak mengajarkan bahkan
tidak melegalkan “ Nikah Siri “[ Al-Baqarah 2 : 235 ], penyalahgunaan istilah
Nikah Siri itu dipakai oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan
pengecut. Mereka berlindung dibalik syariat agama tanpa mengetahui ada ancaman
Allah terhadap mereka seperti yang disebutkan pada surat Al-Maidah 5 : 5 di
bawah.
Coba perhatikan dengan seksama ayat – ayat [ font biru ] di
bawah ini :
S U R A T A L
- B A Q A R A H
2:235.
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau
kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang
makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum
habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.
S U R
A T A L - M A A I D A H
5:5.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula
bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar
maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk
orang-orang merugi.
Saya
pikir sih sudah jelas bagaimana sebenarnya proses Poligami yang sesuai dengan
syariat Islam itu adalah harus memenuhi ke-ADIL-an seperti yang sudah dibahas
di atas.
Jangan
sampai karena punya isteri muda maka yang tua dilupakan dan diterlantarkan,
atau karena diketahui isteri tua maka yang muda langsung dicerai tanpa
mendapatkan kejelasan apa-apa.
Nah,
bagaimana dengan surat berikut ini apakah bisa dipenuhi oleh para pelaku
poligami ?
S U R A T A L
- B A Q A R A H
2:240.
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri,
hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak
disuruh pindah (dari rumahnya). Akan
tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau
waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang makruf terhadap diri
mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
PENJELASAN 2
KENAPA ISLAM MEMBOLEHKAN UMATNYA UNTUK POLIGAMI
Allah
adalah Sang Maha Pencipta segala sesuatu termasuk manusia yang tentunya Maha
Mengetahui terhadap apa yang Dia Ciptakan.
Jadi dibolehkannya
Poligami adalah untuk kondisi darurat seperti misalnya isterinya menderita suatu
penyakit kronis yang berkepanjangan dan
mungkin tidak bisa disembuhkan lagi, tapi lantas tidak serta merta si suami
memutuskan sendiri untuk langsung berpoligami tanpa persetujuan sang isteri
yang sedang terbaring sakit tersebut apalagi disertai dengan harapan isterinya
cepat mati bila tahu dia punya isteri baru hehehehe itu mah dzolim atuh !
Atau
kondisi lainnya adalah sang isteri dinyatakan mandul, sang suami mempunyai
birahi diatas rata-rata sehingga sang isteri merasa menderita , tapi untuk
kasus ini seharusnya sang isteri yang mengajukan dan membolehkan suaminya untuk
berpoligami daripada selingkuh terus berzina.
Namun
kasus-kasus tersebut bukanlah hukum mutlak yang harus dilaksanakan, karena itu
semua diserahkan kepada manusianya untuk memilih. Mungkin bagi orang berilmu
dan beriman kejadian seperti di atas mereka anggap sebagai ujian yang harus
dijalani, dan mereka menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanya sebentar dan
sementara.
Disaat
isterinya menderita suatu penyakit kronis maka dia akan tetap setia setiap saat
dengan penuh keikhlasan. Atau disaat isterinya dinyatakan mandul maka sang
suami menganggap bahwa anak bukanlah segala-galanya dalam kehidupan berumah
tangga, mereka tetap bisa bahagia mejalani rumah tangganya dengan penuh kepasrahan
yang mendalam terhadap Sang Maha Kuasa.
Berikut
ini Referensi ayat yang menerangkan bahwa setiap manusia itu sedang berada
dalam ujian.
S U R
A T A L - ' A N K A B U T
29:2.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
S U R
A T A L - A N ' A A M
6:165.
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
S U R
A T H U U D
11:7.
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang
lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah):
"Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya
orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir
yang nyata".
S U R A T A L - K A H F I
18:7. Sesungguhnya Kami
telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji
mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
S U R A T A L - A N B I Y A
21:35. Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan.
Disini
kita bisa belajar betapa Maha Bijaksananya hukum Allah itu, namun sayang banyak
manusia yang menyelewengkannya.
Jadi
dengan diperbolehkannya Poligami saja kondisi kemaksiatan semakin merajalela baik
itu yang legal maupun yang illegal apalagi kalau Poligami itu diharamkan !
PENJELASAN 3
KENAPA NABI MUHAMMAD SAW BERPOLIGAMI
S U R
A T A L - A H Z A B
33:21.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Yang jelas Poligami yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad memang berbeda dengan Poligami yang dilakukan di zaman sekarang yang kebanyakan
cenderung lebih mementingkan hawa nafsu ini terbukti dengan penampilan fisik
dari isteri-isteri muda yang biasanya melebihi isteri tua nya.
Berbeda dengan Nabi Muhammad [ menurut saya
gak bakalan ada manusia selain Nabi Muhammad yang mampu melakukan Poligami
seperti Beliau ], Nabi Muhammad berpoligami setelah isteri pertamanya wafat.
Berikut kisah selengkapnya bisa anda baca dibawah ini yang saya cuplik dari sumber
Wikipedia.
NAMA
ISTRI – ISTRI NABI MUHAMMAD SAW
1.
Khadijah binti Khuwailid
Ia merupakan istri Nabi Muhammad yang pertama. Sebelum menikah dengan Nabi, ia
pernah menjadi istri dari Atiq bin Abid dan Abu Halah bin Malik dan telah melahirkan empat orang anak, dua dengan
suaminya yang bernama Atiq, yaitu Abdullah dan Jariyah, dan dua dengan suaminya
Abu Halah yaitu Hindun dan Zainab.
Berbagai
riwayat memaparkan bahwa saat Muhammad s.a.w. menikah dengan Khadijah, umur Khadijah
berusia 40 tahun sedangkan Nabi hanya berumur 25 tahun. Tetapi menurut Ibnu Katsir,
seorang tokoh dalam bidang tafsir, hadis dan sejarah, mereka menikah dalam usia
yang sebaya. Nabi Muhammad s.a.w. bersama dengannya sebagai suami istri selama
25 tahun yaitu 15 tahun sebelum menerima wahyu pertama dan 10 tahun setelahnya
hingga wafatnya Khadijah, kira-kira 3 tahun sebelum hijrah ke Madinah.
Khadijah wafat saat ia berusia 50 tahun.
Ia merupakan
istri nabi Muhammad s.a.w. yang tidak pernah dimadu,
karena semua istrinya yang dimadu dinikahi setelah wafatnya Khadijah. Di
samping itu, semua anak Nabi kecuali Ibrahim adalah anak kandung Khadijah.
Maskawin dari nabi Muhammad s.a.w. sebanyak 20 bakrah dan upacara perkawinan
diadakan oleh ayahnya Khuwailid. Riwayat lain menyatakan, upacara itu dilakukan
oleh saudaranya Amr bin Khuwailid.
Al Qosim
mendapat julukan Abul Qosim, sedangkan Abdullah mempunyai julukan at
Thoyib at Thohir yang berarti "Yang Bagus dan Lagi Suci".
2. Saudah binti Zam'ah
Nabi menikah dengan Sawdah setelah wafatnya Khadijah dalam bulan itu juga.
Sawdah adalah seorang janda tua. Suami pertamanya ialah al-Sakran bin Amr.
Sawdah dan suaminya al-Sakran adalah di antara mereka yang pernah berhijrah ke Habsyah. Saat
suaminya meninggal dunia setelah pulang dari Habsyah, maka Rasulullah telah mengambilnya menjadi istri untuk memberi
perlindungan kepadanya dan memberi penghargaan yang tinggi kepada suaminya.
3. Aisyah binti Abu Bakar
Aisyah adalah satu-satunya istri Muhammad yang masih gadis pada saat
dinikahi. Aisyah dinikahkan pada tahun 620 M. Akad nikah diadakan di Mekkah sebelum Hijrah, tetapi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Muhammad
menikah dengan Saudah. Upacara dilakukan oleh ayahnya Abu Bakar dengan maskawin 400 dirham.
Hadits mengenai umur Aisyah tatkala
dinikahkan adalah problematis. Hisyam bin ‘Urwah adalah satu-satunya yang
mengabarkan tentang umur pernikahan Aisyah, yang didengarnya dari ayahnya.
Bahkan Abu
Hurairah ataupun Malik bin Anas tidak pernah mengabarkannya. Beberapa
riwayat yang termaktub dalam buku-buku hadits berasal hanya dari Hisyam
sendiri, dan hadits ini dianggap dhaif.[rujukan?] Hisyam
mengutarakan hadits tersebut tatkala telah bermukim di Irak, dan ia pindah ke
negeri itu dalam umur 71 tahun.
Hisyam bin ‘Urwah menyatakan bahwa Aisyah
dinikahkan ketika berumur 6 tahun. Muhammad tidak bersama dengannya sebagai
suami-istri melainkan setelah berhijrah ke Madinah. Ketika itu, Aisyah berumur
9 tahun sementara nabi Muhammad berumur 53 tahun. Mengenai hal ini Ya’qub bin
Syaibah berkata: “Yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang
disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Irak.” Ibnu Syaibah menambahkan
bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk
Irak.[1]
Dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi hadits, tersebut bahwa saat
Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun.[2]
Menurut Tabari,
keempat anak Abu Bakar (termasuk Aisyah) dilahirkan oleh istrinya pada zaman Jahiliyah,
artinya sebelum 610 M.[3]
Apabila Aisyah dinikahkan sebelum 620 M, maka ia dinikahkan pada umur di atas
10 tahun dan hidup sebagai suami-istri dengan Muhammad dalam umur di atas 13
tahun. Menurut Abd alRahman bin Abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari
Aisyah.”[4]
Menurut Ibnu Hajar al-'Asqalani, Asmah hidup hingga
usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah.[5]
Apabila Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau
74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga
Aisyah berumur (27 atau 28) - 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah. Itu
berarti Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Muhammad pada waktu berumur 19
atau 20 tahun.
Sedangkan menurut Sahih
Al-Bukhari, Aisyah sendiri mengatakan bahwa dirinya dinikahi oleh Muhammad
ketika berumur 6 (enam) tahun.[6]
Pandangan ini juga berlaku di kalangan umat islam tertentu.
4. Hafshah binti Umar bin al-Khattab
Hafsah seorang janda. Suami pertamanya Khunais bin Hudhafah al-Sahmiy yang
meninggal dunia saat Perang Badar. Ayahnya Umar meminta Abu Bakar menikah
dengan Hafsah, tetapi Abu Bakar tidak menyatakan persetujuan apapun dan Umar
mengadu kepada nabi Muhammad. Kemudian rasulullah mengambil Hafsah sebagai
istri. Hafsah Binti Umar (wafat 45 H)
5. Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah)
Salamah seorang janda tua mempunyai 4 anak dengan suami pertama yang
bernama Abdullah bin Abd al-Asad. Suaminya syahid dalam Perang Uhud dan saudara sepupunya turut syahid pula dalam
perang itu lalu nabi Muhammad melamarnya. Mulanya lamaran ditolak karena
menyadari usia tuanya. Alasan umur turut digunakannya ketika menolak lamaran
Abu Bakar dan Umar al Khattab.
6.
Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah)
Ummu Habibah seorang janda. Suami pertamanya
Ubaidillah bin Jahsyin al-Asadiy. Ummu Habibah dan suaminya Ubaidullah pernah
berhijrah ke Habsyah. Ubaidullah meninggal dunia ketika di rantau dan Ummu Habibah
yang berada di Habsyah kehilangan tempat bergantung.
7.
Juwayriyah (Barrah) binti Harits
Setelah Bani al-Mustaliq tewas dan Barrah
ditawan oleh Tsabit bin Qais bin
al-Syammas al-Ansariy. Tsabit hendak dimukatabah dengan 9 tahil emas,
dan Barrah pun mengadu kepada nabi.
Rasulullah bersedia membayar mukatabah
tersebut, kemudian menikahinya.
8.
Shafiyah binti Huyay
Shafiyah anak dari Huyay, ketua suku Bani Nadhir, yaitu salah satu Bani Israel
yang berdiam di sekitar Madinah. Dalam Perang
Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin al-Rabi telah tertawan. Dalam
satu perundingan setelah dibebaskan, Safiyah memilih untuk menjadi istri nabi Muhamad.
Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H).
9.
Zaynab binti Jahsy
Hubungan suami istri antara Zainah dan Zaid
tidak bahagia karena Zainab dari keturunan mulia, tidak mudah patuh dan tidak
setaraf dengan Zaid. Zaid telah menceraikannya walaupun telah dinasihati oleh nabi Muhammad s.a.w..
10.
Zaynab binti Khuzaymah
Zaynab putri Khuzaymah bin al-Harits bin
Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah. Dijuluki “Ibu orang-orang miskin” karena kedermawanannya terhadap
orang-orang miskin. Sebelumnya menikah dengan Muhammad, ia adalah istri dari Abdullah
bin Jahsy. Ada riwayat yang
mengatakan ia istri Abdu Thufail bin al-Harits, tetapi pendapat pertama adalah yang sahih. Ia dinikahi oleh Muhammad pada
tahun ke 3 H dan hidup bersamanya selama hanya dua atau tiga bulan., karena
Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia sewaktu Muhammad masih hidup.
11. Maymunah binti al-Harits
Maymunah
binti al-Harits bin Hazn bin Bujair bin al-Harm bin Ruwaibah bin Abdullah bin
Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah bibi dari Khalid bin Walid dab
Abdullah bin Abbas. Rasulullah saw menikahinya di tempat yang bernama Sarif
suatu tempat mata air yang berada sembilan mil dari kota Mekah. Ia adalah wanita terakhir yang dinikahi oleh Muhammad. Wafat di Sarif
pada tahun 63 H.
12. Maria al-Qabtiyya
Mariah
al-Qibthiyah ialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dari Mesir. Ia seorang mantan budak Nabi yang telah dinikahi dan satu-satunya pula yang dengannya Nabi
memperoleh anak selain Khadijah yakni Ibrahim namun meninggal dalam usia 4
tahun.
Kesimpulan :
Demikianlah Al-Quran
menjelaskan dengan sempurna tentang segala hal termasuk mengenai Poligami
S U R A T I B R A H
I M
14:52. (Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna
bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran.
Hukum –
Hukum Allah SWT yang seharusnya dijadikan dasar pijakan dalam mengambil segala
keputusan malah banyak ditinggalkan dan diselewengkan.
Tidak ada
satupun ayat dalam Al-Qur’an yang mendukung Nikah Siri, karena bagaimanapun
pernikahan rahasia itu pasti ada tujuan atau niat yang tidak baik meskipun
memenuhi rukun nikah. Seharusnya pernikahan itu diumumkan agar tidak terjadi
fitnah dan untuk yang berpoligami hendaknya isteri pertama memberi persetujuan
dengan ikhlas atas pernikahan tersebut.
Demikian
bahasan kita kali ini, mohon maaf bila ada kesalahan baik itu dalam penulisan
maupun dalam interpretasi saya.
Cikampek,06 Juni 2013
Wassalam
Penulis
Juhdi Mulyadi
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar